Custom Search

Thursday, July 24, 2008

Penyebab, Sebab dan Akibat Pencemaran Lingkungan Pada Air dan Tanah - Kesehatan Lingkungan - Ilmu Sains Biologi

Penyebab terjadinya pencemaran lingkungan sebagian besar disebabkan oleh tangan manusia. Pencemaran air dan tanah adalah pencemaran yang terjadi di perairan seperti sungai, kali, danau, laut, air tanah, dan sebagainya. Sedangkan pencemaran tanah adalah pencemaran yang terjadi di darat baik di kota maupun di desa.

Alam memiliki kemampuan untuk mengembalikan kondisi air yang telah tercemar dengan proses pemurnian atau purifikasi alami dengan jalan pemurnian tanah, pasir, bebatuan dan mikro organisme yang ada di alam sekitar kita.

Jumlah pencemaran yang sangat masal dari pihak manusia membuat alam tidak mampu mengembalikan kondisi ke seperti semula. Alam menjadi kehilangan kemampuan untuk memurnikan pencemaran yang terjadi. Sampah dan zat seperti plastik, DDT, deterjen dan sebagainya yang tidak ramah lingkungan akan semakin memperparah kondisi pengrusakan alam yang kian hari kian bertambah parah.

Sebab Pencemaran Lingkungan di Air dan di Tanah :
1. Erosi dan curah hujan yang tinggi.
2. Sampah buangan manusia dari rumah-rumah atau pemukiman penduduk.
3. Zat kimia dari lokasi rumah penduduk, pertanian, industri, dan sebagainya.

Salah satu penyebab pencemaran di air yang paling terkenal adalah akibat penggunaan zat kimia pemberantas hama DDT. DDT digunakan oleh para petani untuk mengusir dan membunuh hama yang menyerang lahan pertanian.

DDT tidak hanya berdampak pada hama namun juga binatang-binatang lain yang ada di sekitarnya dah bahkan di tempat yang sangat jauh sekalipun akibat proses aliran rantai makanan dari satu hewan ke hewan lainnya yang mengakumulasi zat DDT. Dengan demikian seluruh hewan yang ada pada rantai makanan akan tercemar oleh DDT termasuk pada manusia.

DDT yang telah masuk ke dalam tubuh akan larut dalam lemak, sehingga tubuh kita akan menjadi pusat polutan yang semakin hari akan terakumulasi hingga mengakibatkan efek yang lebih menakutkan.

Akibat adanya biological magnification / pembesaran biologis pada organisme yang disebabkan oleh penggunaan DDT.
a. merusak jaringan tubuh makhluk hidup
b. menimbulkan otot kejang, otot lehah dan bisa juga kelumpuhan
c. menghambat proses pengapuran dinding telur pada hewan bertelur sehingga telurnya tidak dapat menetas.
d. lambat laun bisa menyebabkan penyakit kanker pada tubuh.

sumber : organisasi.org

[+/-] Selengkapnya...

Tuesday, July 22, 2008

Penerapan Pasal 18 (1) UU No. 23 Tahun 1997 - Oleh I Wayan Dalam Ari Kalky

LIMPAHAN limbah sablon pada banyak titik konsentrasi telah mencemari lingkungan pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Besarnya limbah mengindikasikan banyaknya unit industri sablon di Kota Denpasar. Unit industri sablon yang ada di Denpasar banyak yang tidak memiliki izin usaha. Bila memiliki izin usaha dari instansi terkait hampir dapat dipastikan unit usaha ini tidak memiliki hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal).

Pasal 18 (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan. Persepsi yang berkembang dalam masyarakat maupun lembaga pemerintahan tentang ''dampak besar'' selalu identik dengan usaha dengan skala besar.
Arti ''dampak besar'' sebenarnya adalah ukuran atau skala kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan. Jadi sekecil apa pun unit usaha atau kegiatan bila menimbulkan dampak besar tetap harus melewati amdal sebelum mendapatkan izin usaha.

Penerapan pasal 18 (1) UU No. 23 Tahun 1997 ini perlu dilakukan dengan cara bijak. Cara bijak artinya penerapannya harus memperhatikan cakupan ruang ekologis. Semakin kecil ruang ekologis suatu wilayah maka semakin rentan wilayah tersebut terhadap kerusakan lingkungan. Contohnya adalah dampak yang ditimbulkan oleh unit usaha sablon di Kota Denpasar mungkin tidak akan menimbulkan kerusakan yang berarti bagi Kota Surabaya yang memiliki ruang ekologis lebih besar.
Usaha sablon di Kota Denpasar yang sebagian besar merupakan usaha rumahan (home industry) dianggap sebagai unit usaha kecil sehingga untuk perizinannya juga tidak terlalu rumit. Saat kerusakan pada lingkungan hidup mulai dirasakan maka kesadaran tersebut seolah telah terlambat.
Telah terjadi kesalahan penafsiran pada Pasal 18 (1) UU No. 23 Tahun 1997. Selain itu juga diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat untuk lebih proaktif dalam menyikapi berbagai bentuk perubahan yang mengancam kelestarian lingkungan hidup. Karena setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 5 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997). Wujud tindakan proaktif ini adalah dengan selalu melakukan amdal terhadap perubahan-perubahan tersebut.
Amdal sebenarnya sangat mudah dilakukan tanpa harus belajar atau mengikuti pelatihan tertentu. Syaratnya, kita harus jujur dan adil terhadap lingkungan hidup. Jujur berarti kita harus mau mengakui bahwa akan selalu membutuhkan lingkungan hidup sebagai ruang hidup untuk berkehidupan pada saat ini maupun di masa depan. Adil artinya bahwa kita harus bersedia memberi kesempatan kepada lingkungan hidup untuk merehabilitasi dirinya secara alami. Tuntutan keadilan artinya manusia sebaiknya mengeksploitasi lingkungan pada tingkat wajar dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya yang mendasar.
Denpasar adalah kota berwawasan budaya. Jargon ini dapat saja hanya rangkaian kata tanpa bukti. Bila lingkungan hidup tempat tumbuh kembangnya budaya mengalami kerusakan maka budaya juga akan mengalami kerusakan. Karena pada dasarnya budaya diciptakan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Pada akhirnya semua permasalahan lingkungan hidup sebenarnya dapat dengan mudah diselesaikan. Kuncinya adalah kepedulian kita pada kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia di saat ini maupun pada masa depan

[+/-] Selengkapnya...

Revitalisasi Sumber Daya Alam Bali - Oleh I Wayan Dalam Ari Kalky

WACANA otsus yang makin berkembang sebenarnya lebih tepat meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting sumber daya alam (SDA). Karena SDA bagi masyarakat Bali bukan hanya sarana untuk sekadar bertahan hidup, namun juga bagian integral dari budaya Bali.
Aplikasi kesadaran tersebut dapat dilakukan dengan revitalisasi terhadap SDA di Bali. Revitalisasi penting bagi peningkatan kualitas tuntutan otsus. Karena otsus akan membawa perubahan terhadap sistem pengelolaan semua potensi wilayah yang salah satunya adalah SDA. Kita tidak akan siap melakukan itu bila tidak mengetahui potensi yang dimiliki, tingkat kerusakan dan strategi pengelolaannya. Revitalisasi merupakan jawaban dari itu semua.
Namun, revitalisasi ini tampaknya akan mendapat hambatan dari para pecinta lingkungan. Ini karena adanya persepsi publik yang telanjur salah tentang pengertian dan teknis pelaksanaan revitalisasi. Revitalisasi selama ini diidentikkan dengan perubahan total pada suatu objek. Pada konteks tulisan ini adalah SDA. Revitalisasi SDA selama ini diwujudkan dengan perubahan yang cenderung menghapuskan SDA tersebut. Suatu contoh revitalisasi mangrove, yang terjadi adalah hilangnya mangrove dan lahannya beralih fungsi sehingga revitalisasi justru membahayakan wilayah pesisir.
Revitalisasi SDA sebenarnya adalah serangkaian usaha penataan ulang potensi SDA baik di daratan maupun perairan dengan ruang lingkup usaha pada pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan, sehingga berguna bagi manusia, fauna dan flora sebagai bagian dari ekosistem yang tidak terpisahkan. Bila mencermati definisi tersebut maka tujuan akhir revitalisasi SDA adalah pemanfaatan. Revitalisasi yang dilakukan masyarakat baik di Bali maupun di Indonesia saat ini masih menyimpang dari definisi tersebut. Karena fokus usaha yang dilakukan hanya pada pemanfaatan tanpa didahului usaha pelestarian dan pengembangan.
Pelestarian SDA mencakup inventarisasi, stabilisasi dan rehabilisasi. Inventarisasi pada tahapan ini mencakup pendataan SDA yang berdasarkan perannya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama adalah SDA yang berperan langsung sebagai penyangga utama sistem kehidupan seperti udara, air dan tanah. Jenis kedua adalah SDA yang berperan baik langsung maupun tidak langsung terhadap sistem budaya masyarakat di suatu kawasan. Stabilisasi adalah tindakan menjaga kestabilan pertumbuhan kualitas dan kuantitas dari SDA yang tercantum pada hasil inventarisasi. Rehabilisasi adalah tindakan perbaikan atau penciptaan ulang terhadap SDA yang rusak atau justru telah musnah.

Diversifikasi Potensi
         Pengembangan SDA adalah diversifikasi atau pengayaan potensi SDA sehingga batas aman untuk dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, fauna dan flora. Penentuan batas aman ini bukan hanya menjadi wewenang penyelenggara negara. Namun, wewenang semua komponen yang dalam hal ini adalah manusia yang berdiam di suatu kawasan. Indikasi batas aman umumnya ditentukan berdasarkan tingkat pertumbuhan SDA yang dirasa dapat menjamin kehidupan generasi berikutnya.
Kerusakan SDA di Bali telah menuntut usaha pelestarian dalam revitalisasinya. Udara bersih di Bali masih berada pada tingkat aman untuk generasi saat ini. Namun, perlu diingat bahwa potensi SDA yang membantu terciptanya udara bersih di Bali sangatlah minim bila dibandingkan dengan luas wilayah dan besarnya populasi makhluk hidup yang berdiam di propinsi ini. Potensi itu adalah hutan alami yang berfungsi sebagai pengkonversi gas karbon menjadi oksigen. Minimnya hutan alami yang juga sebagai penampung mata air ini juga berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.
Tanah selain sebagai SDA yang berperan langsung sebagai penyangga utama sistem kehidupan juga berperan secara langsung terhadap sistem budaya masyarakat Bali. Tanah di Bali secara ekologis sudah tidak dapat dikembangkan lagi. Reklamasi wilayah pesisir jelas bukan solusi yang baik untuk pulau sekecil ini. Kondisi ini tentunya menuntut agar tanah Bali dapat menjamin kehidupan makhluk hidup yang tinggal di atasnya dan kelestarian budaya Bali sampai kapan pun. Karena itu perubahan lahan kritis menjadi lahan tepat guna perlu segera digalakkan. Selain itu penjualan tanah dan sewa jangka panjang, baik kepada pihak luar atau pihak dalam yang tidak terkait dengan kedua peran di atas sebaiknya segera dihentikan.
SDA yang berperan langsung maupun tidak langsung terhadap sistem budaya masyarakat Bali juga perlu dilestarikan dan dikembangkan. Sistem budaya masyarakat Bali telah menuntut ketersediaan berbagai bentuk SDA baik yang dapat disediakan di Bali maupun yang harus diimpor dari luar daerah. Pelestarian dan pengembangan dilakukan pada SDA yang ada di Bali dan bersifat dapat diperbarui. Sedangkan pada SDA yang tidak dapat diperbarui perlu dibuatkan strategi pengendalian pemanfaatannya dan langkah antisipasi bila pada masanya mengalami kepunahan.
Pada SDA di Bali yang telah menanggung dampak buruk akibat kesalahan pemanfaatan perlu ditangani sesegera mungkin sebagai bagian dari revitalisasi. Penanganannya dilakukan dengan rehabilitasi yang diikuti stabilitasi pada langkah berikutnya. Penanganan ini sebaiknya seminim mungkin mengganggu proses pemanfaatan yang sudah telanjur terjadi. Karena suka atau tidak suka harus diakui pemanfaatan SDA yang ada saat ini telah memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat di Bali.
Sebenarnya tingkat kerusakan SDA di Bali masih pada batas toleransi atau masih dapat diperbaiki. Namun, kerusakan parah akan benar-benar terjadi bila kerusakan dan strategi pemanfaatannya terus dibiarkan seperti saat ini. 



Penulis, pemerhati lingkungan dan budaya di Bali, Koordinator Pembina Organisasi Kader Pelestari Budaya Propinsi Bali.

[+/-] Selengkapnya...